HARUSKAH SEORANG PERUQYAH ITU JUJUR ATAS PENYAKIT YANG MENIMPA PASIENNYA? - Sedulor Klenik, dunia supranatural atau orang biasa menyebutnya sebuah mitos, klenik,mistik bahkan berbau goib dan menyan tidak terlepas dengan adanyan HARUSKAH SEORANG PERUQYAH ITU JUJUR ATAS PENYAKIT YANG MENIMPA PASIENNYA?. Disadari atau tidak masayarakat sering kali malu-malu untuk menyakininya bahkan ada yang menolak akan keberadaannya. Dan tidak sedikit pula yang menyetujui atau bahkan menjadikan suatu hal yang wajar untuk hal seperti itu. Dan disisi lain dari itu ada pula yang cuma mengaitkanya dengan yang bernama budaya atau tradisi semata tanpa adanya hal yang mendasar dari pada sumber yang berkaitan dengan HARUSKAH SEORANG PERUQYAH ITU JUJUR ATAS PENYAKIT YANG MENIMPA PASIENNYA?. Dan percaya atau tidak masyarakatpun baru-baru ini acuh tak acuh dengan hal itu. Terlepas dari itu semua mari kita meandangnya sebuah hal keniscayaan yang ada dan sebagai khasanah budaya local yang patutu untuk kita hormati.
Klenik dan HARUSKAH SEORANG PERUQYAH ITU JUJUR ATAS PENYAKIT YANG MENIMPA PASIENNYA? memang asik untuk diperbincangkan dan terkadang membuat kita sendiri penasaran akan hal itu.Menurut wikipedia.org --Klenik (di dalam bahasa Jawa) adalah sesuatu yang tersembunyi atau hal yang dirahasiakan untuk umum. Klenik identik dengan hal-hal mistis yang cenderung berkonotasi negatif. Kamus besar bahasa Indonesia dalam versi daring[1] menempatkan klenik sebagai sebuah aktivitas perdukunan. Klenik juga dikaitkan dengan banyak hal yang tidak dapat dicerna dengan akal namun dipercaya oleh banyak orang. Dalam kultur Jawa ada ilmu yang disebut ilmu tua. Yaitu, ilmu yang diajarkan kepada mereka yang sudah matang dalam kesadarannya. Hal ini dimaksudkan agar tidak disalahgunakan, atau disalahartikan. Ilmu yang demikian ini adalah klenik.
Ilmu Klenik adalah Pengetahuan yang menjelaskan hal-hal yang gaib. Hal-hal yang bersifat tersembunyi. Wilayah misteri. Salah satu ilmu atau pengetahuan yang ada diwilayah klenik adalah agama. Banyak hal dalam agama yang tidak dapat diuji kebenarannya (diverifikasi). Kebenarannya hanya bisa dimengerti oleh mereka yang menempuh ilmu makrifat. Bagi orang awam kebenaran agama cukup diyakini. Ini klenik namanya! Namun jangan salah terima, ini tidak berarti agama menyesatkan orang. Tidak demikian. Hal-hal yang bersifat klenik pun dimaksudkan untuk kesejahteraan manusia. Bukan untuk mendorong manusia ke dunia gelap. Banyak orang yang salah anggapan. Klenik disamakan dengan upaya mengarang agar cocok hasilnya. Orang yang menganggap klenik sebagai othak-athik mathuk, maka ia dapat disamakan dengan Marx yang menganggap agama sebagai candu. Sungguh naif apabila kita tidak memahami suatu ilmu, lalu ilmu itu kita golongkan ke dalam tahayul atau klenik yang selama ini dipahami oleh banyak orang, yaitu othak-athik mathuk.
Klenik sering dikaitkan segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia ghaib, paranormal, dukun, mahluk halus, jimat, jin, siluman dan sejenisnya. Jika kita bicara klenik maka yang dipikirkan adalah hal-hal yang tidak dapat dilihat dengan mata dan dianggap mempunyai hubungan langsung dengan manusia. Heboh di dunia klenik dan kaitannya dengan politisi dimulai ketika Akademisi dan Sejarawan JJ Rizal menilai banyak politikus melakukan hal-hal berbau klenik untuk memperlancar karir politik, termasuk salah satu pelakunya adalah PPL. Tindakan PPL nyekar ke makam Pangeran Jayakarta sebelum naik menjadi Gubernur adalah salah satu bagian dari aktivitas klenik yang dilakukan. Wasekjen PDIP DMP Kristianto menegaskan aktivitas nyekar ke makam Pangeran Jayakarta sebelum PPL naik jadi Gubernur tak bisa diartikan sebagai klenik. Dia menilai nyekar ke sebuah makam itu merupakan hal yang biasa di Indonesia."Nyekar itu bukan bagian dari klenik, nyekar itu bagian dari budaya," kata DMP saat berbincang dengan detikcom, Kamis (14/11/2013).Pada dasarnya nyekar ke makam merupakan satu dari sekian tradisi yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Jawa. "Kalau nyekar makam itu disebut klenik, berarti misalnya presiden nyekar ke makam pahlawan juga disebut klenik," ujarnya.
DMP mengingatkan, dalam memberikan penilaian terhadap klenik harus diperjelas seperti apa konteksnya. Dia tak setuju jika kegiatan nyekar disebut sebagai salah satu aktivitas berbau klenik."Tolong diperjelas dulu definisi klenik yang dimaksud itu seperti apa," jelas DMP. Bagi para akademisi, yang selalu menggunakan pola pemikiran ilmiah maka klenik dianggap musrik dan sudah tidak jamannya dipakai pada jaman sekarang ini. Boleh dibilang mereka membuat pernyataan ngawur begitu karena itu memang bukan ranah dan wilayah kekuasaan keilmuan mereka. Sama saja orang ekonomi bicara ilmu tehnik, orang tehnik bicara ekonomi makro. Tidak nyambung, mungkin bisa jadi sangat tidak pas. Ibarat bicara matematika geometri kepada orang buta huruf, bicara rumus integral kepada anak playgroup, bukan pada tempatnya. Hal yang sama, ketika para pelaku spiritual, klenikus memberikan tanggapan, mereka tidak dapat menjelaskan gambaran secara utuh hubungan antara dunia nyata dan dunia ghaib, dua dunia dalam satu kesatuan. Karena berbicara dengan para akademisi artinya berbicara menggunakan pemikiran ilmiah dan intelektual, dan lagi-lagi, biasanya ini menjadi tidak nyambung, karena memang bukan ranah dan wilayahnya. Akhirnya dua dunia ini hidup sendiri-sendiri.
Saya akan jelaskan secara utuh kaitan dunia nyata dan kaitannya dengan dunia ghaib, dunia klenik. Sebenarnya dua bagian ini berhubungan langsung satu dengan yang lain. Alam semesta terdiri dari dua dunia, dunia nyata dan dunia tidak nyata. Dunia nyata adalah dunia yang dapat dilihat dengan indra penglihatan secara langsung, sedangkan dunia tidak nyata adalah dunia yang tidak dapat dilihat secara langsung menggunakan indra penglihatan secara langsung. Dunia tidak nyata ini sering disebut dengan dunia ghaib, klenik, perdukunan.
Dapat sedikit memberikan inspirasi berata pentingnya untuk memperdalam ilmu Agama baik itu Tauhid maupun syariat sebagai bekal pondasi untuk mencapai tinggat ketaqwaan dan derajat yang tinggi.Sehinga semoga melalui ulasan HARUSKAH SEORANG PERUQYAH ITU JUJUR ATAS PENYAKIT YANG MENIMPA PASIENNYA?, Kita dapat memmetik pelajaran yang terkandung didalamnya dan mampu mengamalkanya.Dengan HARUSKAH SEORANG PERUQYAH ITU JUJUR ATAS PENYAKIT YANG MENIMPA PASIENNYA? kita bisa ambil yang baiknya saja
Oleh: Salahudin Sunan Al-sasaki
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله و الصلاة و السلام على رسول الله و على آله وصحبه وسلم و بعد:
Penyampaian kabar buruk (breaking bad news), diartikan sebagai kabar atau infomasi yang tidak menyenangkan yang berdampak secara serius mengubah pandangan seorang akan masa depannya. Seorang dokter, dan peruqyah mengemban amanah dari hasil diagnosa yang telah dia lakukan terhadap pasiennya. Apa yang dia sampaikan dari hasil diagnosanya kepada pasiennya merupakan hasil yang harus dia pertanggung jawabkan baik di dunia maupun di akhirat. Orang Arab bilang:
التشخيص امانة
"Diagnosa itu adalah amanah"
Didalam kedokteran dikenal dengan kode etik kedokteran, lalu apa salahnya peruqyah juga memiliki kode etik peruqyah sebagaimana dalam kedokteran.
ليس كل ما يعلم يقال
"Tidak semua yang diketahui di ungkapkan"
Ungkapan diatas sangat penting bagi seorang peruqyah ketika dia sudah yakin mengenai jenis penyakit yang menimpa pasiennya apakah diberitahu ataukah tidak.
Berikut mari kita lihat fatwa syeikh Al-Utsaimin ketika beliau ditanya mengenai bolehkah memberitahukan pasien mengenai jenis penyakit yang ia derita:
سئل الشيخ ابن عثيمين : إذا علم الطبيب أن المريض يعاني من داء عضال كالسرطان – مثلاً - ، فهل يخبر المريض بهذا الأمر ، أو يتجه إلى التعريض ولا يصرح به ؛ خشية أن يتأثر المريض نفسياً ، وكيف يتصرف الطبيب إذا سأل المريض سؤالاً مباشراً ومحدداً عن طبيعة المرض ، فهل يقول الصدق ؟ مهما كانت النتائج أم كيف يتصرف ؟
فأجاب : " هذا يختلف باختلاف المرضى ، فمن المرضى من هو قوي الشخصية ، ولا يهمه أن يكون مرضه مهلكا أو غير مهلك ، فهذا يجب أن يُخبر بالواقع ؛ لأن المريض قد يكون له علاقات خاصة بأهله ، أو عامة مع الناس ، يحتاج أن يصحح ما كان خطأً ، فهنا لا بد من إخباره ، والحمد لله لا يضر .
وأما إذا كان المريض ضعيف الشخصية ، ويُخشى إذا أخبر بالواقع ، أن هذا المرض مهلك ، يتأثر أكثر ويكون همه هذا المرض ، ومعلوم أن المريض إذا ركز على المرض ، وصار المرض همه ، أنه يزداد مرضه ، لكن إذا تغافل عنه وتناساه ، كأن لم يكن به شيء ، فهذا من أكبر أسباب العلاج ، فالمسألة تختلف باختلاف الناس " انتهى من محاضرة بعنوان " إرشادات للطبيب المسلم " .
والله أعلم
"Syaikh Al-Utsaimin ditanya: Kalau seorang dokter telah mengetahui bahwa pasiennya menderita penyakit berat seperti kanker, apakah ia memberitahu pasiennya mengenai hal itu, ataukah ia cukup menggunakan ungkapan yang samar dan tidak berterus terang karena khawatir pasien tersebut akan terpengaruh secara psikis.
Dan bagaimana dokter tadi harus bersikap manakala pasiennya melontarkan pertanyaan yang langsung ke titik permasalahan tentang kondisi penyakitnya. Apakah dokter itu harus mengatakan yang sebenarnya apapun yang terjadi, atau bagaimana?
Jawab:
Hal ini berbeda untuk setiap pasien. Ada pasien yang memiliki kepribadian tegar. Ia tidak ambil peduli apakah penyakitnya itu mematikan atau tidak. Pasien seperti ini harus diberitahu dengan kenyataan sebenarnya, karena bisa jadi ia memiliki hubungan khusus terkait keluarganya, atau hubungan umum dengan orang banyak yang perlu ia perbaiki. Dalam kasus seperti ini, pasien harus diberitahu, walhamdulillah.
Sedangkan kalau si pasien memiliki kepribadian yang lemah, dan dikhawatirkan akan terpengaruh kalau diberitahu bahwa penyakitnya mematikan, lalu pikirannya akan tertuju hanya kepada penyakit yang dideritanya, maka ia tidak diberitahu. Dimaklumi bahwa ketika seorang yang sakit selalu memikirkan penyakitnya, dan penyakit tersebut membuatnya sedih, ia akan semakin sakit. Akan tetapi kalau ia bersikap seakan-akan tidak tahu atau lupa, dan seolah-olah tidak mengalami sakit sedikit pun, maka ini salah satu sebab kesembuhan yang paling besar. Jadi permasalahannya berbeda untuk setiap orang. Wallahu a'lam."
Dari jawaban Syaikh Al-Utsaimin diatas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa memberitahu pasien atau tidaknya mengenai jenis penyakitnya tergantung pada kuat atau lemahnya kejiwaan pasien, karena jiwa yang kuat secara ilmiah bisa mendongkrak kekebalan tubuh pasien untuk melawan penyakit yang masuk ke dalam tubuhnya hingga dia bisa sembuh dengan cepat. Jadi seorang dokter atau seorang peruqyah itu harus jeli dalam melihat kondisi pasiennya.
Adapun sama sekali tidak memberitahu pasien mengenai penyakitnya sangat keliru sekali sebelum mempertimbangkan kondisi pasiennya, karena ini hanya akan menimbulkan kebingungan pada pasien itu sendiri, dan keluarganya. Disini kita harus memposisikan keadaan pasien seadil-adilnya agar kejiwaannya bisa membantu untuk kesembuhannya.
Intinya memberitahu pasien mengenai penyakitnya itu boleh apabila hal ini tidak berdampak lebih buruk bagi kesehatannya sambil mengingatkan pasien bahwa penyakitnya bisa disembuhkan seperti berkata kepada pasien: "banyak orang ditimpa penyakit seperti ini dan dengan izin Allah mereka sembuh". Kalimat seperti diatas atau perkataan-perkataan yang bisa memotivasi pasien harus di berikan agar jiwanya tenang, dan semangat untuk melakukan pengobatan.
Terakhir saya katakan seorang peruqyah itu harus bijaksana dalam memperlakukan setiap keadaan yang berada dihadapannya agar kejiwaan pasiennya bisa menjadi penguat didalam melawan penyakitnya. Wallahu a'lam.
وصلى الله على محمد وآله وصحبه وسلم.والحمد لله رب العالمين.والله تعالى اعلى واعلم
0 Response to "HARUSKAH SEORANG PERUQYAH ITU JUJUR ATAS PENYAKIT YANG MENIMPA PASIENNYA?"
Post a Comment